Rabu, 22 Oktober 2008

MEMBANGUN KERJASAMA DI MASA TRANSISI MENUJU PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI YANG KOLABORATIF BERBASIS KONSERVASI

Oleh: Syukur Hidayat, S.Si.081324715027
ctlc_panyingkiran@hotmail.com
Disampaikan pada: Pertemuan Multistakeholder Kabupaten Majalengka
Gedung Bapermin 15 November 2005

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung pada Kelompok Hutan Gunung Ciremai Seluas  15.500 (Lima Belas Ribu Lima Ratus) Ha terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Propinsi Jawa Barat menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai. Akibatnya cukup banyak kebijakan baik dari tingkat nasional sampai tingkat desa yang harus disesuaikan dengan hal tersebut. Mengingat banyaknya hal yang harus disinergikan, Satker TNGC merencanakan masa transisi antara 5 – 10 tahun.

Hal yang harus diingat oleh semua pihak yang terkait dan peduli pada Gunung Ciremai, salah satunya adalah perubahan pengelolaan berbasis hutan produksi menjadi hutan konservasi. Sebagaimana kita ketahui, hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan, sedangkan hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu , yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. (UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan) Akibatnya ada perubahan cukup drastis dalam pengelolaan yang mengakibatkan efek berantai terhadap semua stakeholder terkait.

Akan tetapi, selain masalah perubahan fungsi lahan, banyak lagi masalah lain. Baik yang menyangkut sosial, ekonomi, budaya, dan kelembagaan masyarakat di sekitar TNGC. Untuk itu perlu perubahan paradigma di berbagai segi dan pada semua stakeholder yang terkait.

Di Kabupaten Majalengka, berdasarkan data dari Perum Perhutani dan Satker TNGC perincian luas hutan wilayah Ciremai adalah sebagai berikut:

….s/d 2003 : • Hutan alam/Hutan Lindung = 4.007,35 Ha (58%)
• Hutan Produksi = 2.925,78 Ha (42%)

2003 s/d 2004 Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 195/Menhut-II/2003 tanggal 4 Juli 2003
• Hutan Lindung = 6.800,13 Ha (98%)
• Hutan Produksi = 133,00 Ha (2%)

2004 s/d …………. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004
• Taman Nasional Gunung Ciremai 6.800,13 Ha (98%)
• Hutan Produksi = 133,00 Ha (2%)


Jenis Hutan Di Luar TNGC Di Dalam TNGC Jumlah
Hutan Lindung 5.486 6.800 Ha 12.286 Ha
Hutan Produksi 13.026 Ha 133 Ha 13.159 Ha
Jumlah 18.512 Ha 6.933 Ha 25.445 Ha

Khusus menyangkut kawasan TNGC hutan produksi tersisa hanya seluas 133 Ha yang terdapat di Desa Sindangpano, Lengkong Wetan dan Lengkong Kulon.

Berdasarkan data di atas masyarakat yang selama ini menggantungkan diri pada lahan hutan produksi seluas 2.925,78 Ha harus dipersiapkan untuk berubah. Baik alih profesi, alih komoditi atau lainnya. Sebagaimana kita ketahui masyarakat di sekitar Gunung Ciremai selama ini melakukan kegiatan yang berbasis pemanfaatan lahan untuk pertanian maupun diambil hasil hutannya. Sementara dengan telah dikukuhkannya TNGC maka pengelolaan dititikberatkan pada konservasi. Kita ketahui tiga fungsi konservasi adalah : (a) perlindungan terhadap ekosistem penyangga kehidupan; (b) pengawetan sumber plasma nutfah dan ekosistemnya; dan (c) pelestarian pemanfaatan. Sementara ada 3 kegiatan pokok yang harus dilakukan pada periode awal, yaitu: 1) membangun, memantapkan dan mengembangkan kelembagaan kolaborasi sehingga terjadi sinergitas yang tinggi mulai dari perencanaan sampai pada tahap monitoring dan evaluasi; 2) Optimalisasi potensi masyarakat dan pemerintahan desa melalui pemberian wilayah tanggung jawab , peningkatan kapasitas, pemberian hak dan pelayanan prima,; dan 3) mendorong adanya peraturan/kebijakan yang mendukung terhadap kepentingan konservasi dan sosial ekonomi masyarakat baik pada tataran pusat, daerah, maupun tataran desa.

Masyarakat yang harus berubah dengan dikukuhkannya TNGC berada di 20 desa pada Kecamatan Cikijing, Talaga, Banjaran, Argapura, Sukahaji, Rajagaluh, dan Sindangwangi.


Yang perlu disinergikan adalah kebijakan TNGC dengan Kebijakan Kabupaten Majalengka. Selain itu, kolaborasi antar stakeholder terkait harus ditingkatkan. Sebagaimana diketahui, visi Kabupaten Majalengka adalah” Majalengka Kabupaten Agribisnis Termaju di Jawa Barat Tahun 2010 Berbasis Masyarakat Agamis dan Partisipatif”. Sedang Visi Pemerintah Kabupaten Majalengka adalah: “Percepatan Pembangunan Agribisnis Berbasis Masyarakat Agamis dan Partisipatif guna Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dalam Rangka Mewujudkan Visi Kabupaten Majalengka Tahun 2010.

Yang perlu diingat kebanyakan sentra pendukung agribisnis terletak di 8 kecamatan sekitar kawasan TNGC, yaitu Kecamatan Cikijing, Talaga, Banjaran, Argapura, Maja, Sukahaji, Rajagalih dan Sindangwangi. Yang relatif tidak banyak menggunakan lahan negara selama ini adalah hanya Kecamatan Maja. Oleh karena itu perlu diketahui data berapa banyak lahan pendukung agribisnis di 7 kecamatan yang selama ini merupakan lahan negara. Dengan alih fungsi kawasan Gunung Ciremai, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pencapaian visi Majalengka. Selain itu, perlu juga disniergikan berbagai kebijakan yang sudah dan akan dikeluarkan oleh Pemerintahan Kabupaten Majalengka dengan Balai TNGC. Secara kuantitatif yang harus dilakukan adalah penelitian perubahan lahan (alih fungsi), jumlah penduduk yang sudah dan akan beralih profesi (alih profesi), jumlah lahan dan penduduk yang beralih komoditas tanaman (alih komoditi). Data pembangunan agribisnis yang sudah berjalan selama ini perlu dikaji ulang. Rencana tata ruang juga perlu dikaji ulang.

Permasalahan yang umum terjadi:
1. Kurangnya optimalnya sosialisasi TNGC
2. Kurangnya kegiatan masyarakat dalam mendukung TNGC
3. Wacananya kurang terimplementasikan secara proporsional dan membumi dalam masyarakat
4. Tidak menjadi elemen penting dalam perencanaan kebijakan pembangunan secara nyata di Kabupaten Majalengka
5. Kurangnya koordinasi LSM di bidang ini
6. Lemahnya advokasi
7. Kurangnya Peraturan Daerah yang tepat
8. Belum banyaknya program untuk mengantisipasi TNGC

B. LANGKAH-LANGKAH SOLUSI
1. Membuat bank data awal kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar TNGC yang up to date
2. Mengetahui kondisi secara umum kesejahteraan masyarakat sekitar hutan
3. Inventarisasi masalah
4. Advokasi kebijakan
5. Pembuatan Peraturan Daerah terkait TNGC
6. Sosialisasi hak dan kewajiban masyarakat serta TNGC

B. KELOMPOK SASARAN
Kelompok sasaran:
1. Warga sekitar TNGC
2. Warga sekitar daerah aliran sungai
3. Dunia pendidikan (SD, SLTP, SLTA)
4. Lembaga kemasyarakatan/lingkungan (Pecinta Alam, OKP, Ormas, Karang Taruna, LSM lain)
5. Aparat pemerintah


Kebutuhan khusus kelompok sasaran:
# Warga sekitar TNGC
1. Informasi hukum
2. Advokasi
3. Lapangan kerja terkait perubahan status G. Ciremai
4. Program pemerintah yang tepat sasaran
5. Contoh program nyata

# Warga sekitar daerah aliran sungai
1. Informasi hukum
2. Contoh program nyata
3. Program pembuangan sampah terpadu
4. Program kali bersih
# Dunia Pendidikan
1. Muatan lingkungan/TNGC dalam pendidikan
2. Kegiatan alam bebas
3. Praktek pelestarian lingkungan yang sederhana

# Lembaga kemasyarakatan/lingkungan
1. Informasi hukum
2. Penguatan koordinasi
3. Advokasi

# Aparat pemerintah
1. Produk hukum yang jelas
2. Penguatan political will

Kelebihan kelompok sasaran:
# Warga sekitar Hutan Gunung Ciremai
1. Kegotongroyongan tinggi
2. Pekerja keras
3. jujur

# Warga sekitar daerah aliran sungai
1. Kegotongroyongan tinggi
2. Penjaga sekaligus yang paling terkena dampak perlakuan terhadap hulu (G. Ciremai) dan hilir sungai
3. Yang paling mengetahui penurunan derajat kelestarian sungai

# Dunia pendidikan
1. Mempersiapkan generasi penerus
2. Terstruktur
3. Intelektual
4. Bisa membuat perubahan fundamental dalam jangka panjang

# Lembaga Kemasyarakatan
1. Mempunyai massa ril
2. Mengakar
3. Kegiatan pertemuan dengan anggota kontinyu

# Aparat pemerintah
1. Mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan


C. KONSEP PROGRAM

1. Keberpihakan kepada lingkungan dan masyarakat
2. Bottom-up
3. Interaktif
4. Penelitian sosial
5. Pembangunan opini publik
6. Analisis Kemiskinan partisipatif
7. Kerja nyata

D. KEMUNGKINAN KENDALA
Kendala yang mungkin terjadi:
1. Kurangnya dukungan eksekutif dan legislatif
2. Lambannya masyarakat sasaran dalam merespon TNGC
3. Kurang responnya masyarakat terhadap program alternatif

Strategi Penanggulangan:
1. Mengadakan komunikasi
2. Kerjasama dengan anggota lembaga kemasyarakatan yang tersebar di daerah dan pesantren untuk membantu percepatan antisipasi TNGC
3. Koordinasi dengan lembaga-lembaga yang mendukung program ini
4. Membuat pilot project dalam kelompok kecil secara intensif serta dukungan pemasaran produk

Rencana Kontribusi Terhadap TNGC:

A. Strategis
1. Advokasi kepada pengambil kebijakan agar membuat peraturan daerah mengenai perubahan kondisi social ekonomi masyarakat sekitar TNGC sesuai dengan berbagai produk hukum yang telah diratifikasi oleh pemerintah pusat.
2. Mendorong Pemerintah Daerah agar memasukkan faktor TNGC sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan setiap program pembangunan bagi masyarakat sekitar TNGC
3. Mengarahkan program-program pembangunan ke kantong-kantong kemiskinan yang bisa menjadi salah satu penyumbang perusakan Kawasan TNGC
4. Mendorong Pemerintah Daerah agar konsisten dalam mendukung penegakan hukum terhadap pengganggu TNGC
B. Praktis

1. Pengelolaan obyek wisata dalam TNGC oleh masyarakat
2. Pilot Project Perubahan Pengelolaan Berbasis Lahan menjadi Berbasis Ruang
3. Optimalisasi Pengelolaan jalur pendakian
4. Sekolah konservasi
5. Out bound
6. Peraturan daerah tentang TNGC
7. Bersih-bersih Gunung Ciremai
8. Program Kali Bersih
9. Muatan lokal Pendidikan lingkungan di SD/MI, SLTP dan SLTA
10. Pengembangan budidaya bunga edelweys untuk cendera mata
11. Peningkatan kualitas SDM pecinta alam.


HATUR NUHUN

Tidak ada komentar: